Selasa, 31 Juli 2012

NEGARA KERTAGAMA DIRAGUKAN ?

Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Lembu Tal atau Dyah Singamurti adalah putri dari Mahisa Campaka, putra Mahisa Wonga Teleng, putra Ken Arok, pendiriKerajaan Singhasari.
Lembu Tal menikah dengan Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Guru Darmasiksa rajaKerajaan Sunda-Galuh yang memerintah tahun 1175-1297. Dari perkawinan itu lahirRaden Wijaya.
Rakeyan Jayadarma menjadi putra mahkota yang berkedudukan di Pakuan. Akan tetapi ia meninggal dunia karena diracun oleh musuh. Sepeninggal suaminya, Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya pergi dari Pakuan. Keduanya kemudian menetap di Singhasari, negeri kelahiran Lembu Tal.
Dengan demikian, naskah di atas menunjukkan kalau Raden Wijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga Kerajaan Sunda-Galuh.


(Sumber : Wikilopedia Indonesia )


Kalau benar adanya, berita yang ditulis dalam Lontar tersebut, maka Negara kertagama tak punya kekuatan apapun menolak keberadaan tokoh Sang Rama Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Alur cerita dalam Negara kertagama pada bagian awal, yang mengisahkan Sang Rama Wijaya ternyata dirubah atas permintaan Sang raja yang sakit hati dengan keluarga ayahnya di negeri Pakuan, yang mengusir ibunya, Diah Singamurti sepeninggal ayahndanya Putra Mahkota Pakuan Rakeyan Jayadarma  yang meninggal diracun akibat perebutan kekuasaan dengan saudaranya. 


Polemik Pakuan, intrik politik, perebuatan kekuasaan dan fitnah bagi Diah Lembu Tal / Diah Singamurti menjadi catatan kelam yang diwariskan pada Sang Putra yaitu Wijaya. Untuk itu : ikuti kisah perjalanan Diah Singamurti dalam cerita "PENDEKAR GUNUNG SALAK"
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

















Minggu, 29 Juli 2012

DYAH LEMBU TAL ?

Dyah Lembu Tal adalah nama orang tua Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit.

Lembu Tal dalam Pustaka Rajyarajya

Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Lembu Tal atau Dyah Singamurti adalah putri dari Mahisa Campaka, putra Mahisa Wonga Teleng, putra Ken Arok, pendiri Kerajaan Singhasari.
Lembu Tal menikah dengan Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Guru Darmasiksa raja Kerajaan Sunda-Galuh yang memerintah tahun 1175-1297. Dari perkawinan itu lahir Raden Wijaya.
Rakeyan Jayadarma menjadi putra mahkota yang berkedudukan di Pakuan. Akan tetapi ia meninggal dunia karena diracun oleh musuh. Sepeninggal suaminya, Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya pergi dari Pakuan. Keduanya kemudian menetap di Singhasari, negeri kelahiran Lembu Tal.
Dengan demikian, naskah di atas menunjukkan kalau Raden Wijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga Kerajaan Sunda-Galuh.

Lembu Tal dalam Nagarakretagama

Lain halnya dengan Nagarakretagama. Menurut naskah ini, Dyah Lembu Tal bukan seorang perempuan, melainkan seorang laki-laki. Disebutkan bahwa, Ayah Raden Wijaya bernama Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Lembu Tal dikisahkan sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani.
Sementara itu, Pararaton yang juga berkisah tentang sejarah Majapahit menyebut Raden Wijaya sebagai putra Narasinghamurti.
Di antara naskah-naskah di atas, kiranya Nagarakretagama yang paling dapat dipercaya, karena naskah ini ditulis tahun 1365, hanya berselang 56 tahun setelah kematian Raden Wijaya.
Berita dalam Nagarakretagama diperkuat oleh prasasti Balawi yang diterbitkan langsung oleh Raden Wijaya sendiri tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota asli Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang menurut Pararaton didirikan oleh Ken Arok, penguasa pertama Kerajaan Singhasari.Sumber  Wikilopedia Indonesia

Rabu, 18 Juli 2012

Demokrasi Versi Arthasastra


Demokrasi Dalam Arthasastra

Atas dasar pengertian, unsur-unsur, dan nilai-nilai demokrasi tersebut tulisan ini mencoba menelusuri unsur-unsur negara dalam buku Arthasastra yang mengandung (benih) aspek atau nilai demokrasi dalam buku Arthasastra. Untuk itu penelusuran diawali dari pengertian negara yang dedifinisikan oleh Kautilya. Kautilya merumuskan negara sebagai suatu kumpulan dari bermacam-macam masyarakat yang diwujudkan atas dasar prinsip-prinsip militer dan dharma. Negara melambangkan dharma yang universal, yaitu suatu perlambang yang berisikan kebebasan individu (2003:82). Bagi Kautilya, dharma adalah konsep yang bersifat etis. Dalam konteks individu dharma adalah swadharma atau kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab; dalam konteks kemasyarakatan ia adalah solidaritas sosial; dalam konteks agama yang dipeluk masyarakat ia adalah realisasi diri yang disebut moksa; dan dalam konteks vyavahara, charitra, dan peraturan yang diundangkan dharma adalah keadilan (2003:154). Kautilya menganjurkan agar negara dibangun berdasarkan empat kaki hukum: dhramasastra atau hukum suci, vyavahava atau kesaksian, carittara atau sejarah atau tradisi, dan  sasana atau maklumat raja-raja (2003:41).
Krisna Rao setelah mempelajari Arthasastra berkesimpulan bahwa negara Kautilya adalah negara monisme yang ditetapkan berdasarkan sifat pluralistik. Kautilya membicarakan negara tidak dalam pengertian nasional karena negaranya tidak terbatas pada satu ras, bahasa, dan agama (2003:69). Dijelaskan pula bahwa negara merupakan lingkaran organisasi di mana emosi dan peradaban hidup rakyatnya bisa menyatu (2003:11l). Atas dasar itu Kautilya menjelaskan tujuh unsur yang disebut saptangga yang membangun konsep negaranya. Dari saptangga itu ditemukan nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur demokrasi sebagai berikut.
(1)   Negara menjamin kebebasan dalam berserikat atau berorganisasi. Di dalam negara ada serikat kerja, yaitu suatu kesatuan sosial tertentu yang dibangun atas tujuan bersama. Organisasi dibentuk atas dasar fungsi atau pandangan. Ada sejumlah istilah yang dipakai oleh Kautilya untuk menyatakan serikat kerja, yaitu sreni: kelompok perdamaian, pelayan militer, dan perdagangan; kula: dewan perwakilan atau oligarki pangeran-pangeran; puga: perserikatan bermacam-macamkasta yang tidak mempunyai jabatan; ghana: komfederasi gabungan sebuah perserikatan; dan sanggha: perserikatan politik. Semua unsur itu masing-masing mewakili bermacam-macam kehidupan sosial Hindu. Organisasi serikat kerja ini berbadan hukum dan svami wajib menghormati atau mengakuinya (2003:116).
(2)   Kerjasama yang merdeka dan harmonis. Krisna Rao menjelaskan bahwa serikat pekerja dalam Arthasastra sebagai organisasi yang demokratis (2003:35). Mengingat terdapat bukti kerjasama yang merdeka dalam semua bidang kehidupan.
(3)   Ada jaminan perlindungan hidup bagi warga negara. Negara didirikan untuk perlindungan hidup, perlindungan hak milik dan untuk menjamin kesempatan-kesempatan untuk kemajuan sosial (2003:39). Ada departemen pemerintah pusat yang khusus terdiri atas para menteri dan komisaris disebut pradeshtarah untuk melindungi kepentingan para tukang dalam hubungannya dengan serikat kerjanya yang menjamin mereka dengan jaminan (2003:42).
(4)   Kepala negara menyatakan diri sebagai perantara rakyat dan diberi kedudukan oleh hukum. Svami yang ideal bagi Kautilya adalah seorang rajarsi, yaitu raja yang memiliki kualitas, antara lain kelahiran mulia, cerdas, arif, gagah berani, gesit yang memandang dirinya sebagai perantara rakyat dan diberikan kedudukan oleh hukum (2003:65).
(5)   Kebijakan kepala negara ditetapkan melalui pertimbangan. Negara dan svami ibarat badan dengan jiwanya. Setiap kebijakan dan tindakan svami harus ditetapkan melalui diskusi atau pertimbangan manriparisad. Kabinet utama yang harus memutuskan kebijaksanaan ini terdiri atas mentri utama, panglima, purohita, dan yuvaraja. Peranan svami adalah dharmapravartaka, yaitu seorang kepala negara yang terus-menerus dalam pekerjaan yang benar demi negara. Tanggung jawabnya adalah mempertahankan dharma dan melindungi rakyatnya dengan keadilan. Kautilya berkata: “Svami tidak akan pernah memberikan rakyatnya menyimpang dari kewajiban-kewajiban mereka yang telah ditetapkan. Sebab barang siapa yang mendukung kewajibannya sendiri, berpatokan pada kebiasaan arya, mengikuti kewajiban-kewajiban kasta dan  varnasramadharma akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat. (Krishna Rao,  2003:65). Dalam menjalankan kebijakan atau menyelesaikan konflik, svami menerapkan ajaran niti yang disebut sadguna, yaitu samabheda, danda, upeksa, maya, dan indrajala (2003:96). Sama atau rekonsiliasi adalah hal yang pertama-tama dilaksanakan. Apabila rekonsiliasi gagal barulah diterapkan guna berikutnya. Ini artinya, Kautilya mendukung penyelesaian masalah secara damai.
(6)   Suksesi kepemimpinan dilaksanakan secara terencana. Putra-putra svami, sebelum ia diangkat menjadi svami, terlebih dahulu ia harus melewati masa pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Kurikulum pengajaran dan pelatihan tersebut berisi, antara lain (a) mereka dididik untuk menjadi orang yang disiplin, menguasai dirinya. Kautilya menyatakan, tujuan tertinggi dari ilmu pengetahuan adalah penguasaan atas indria (Teks:1.6.3); (b) terdapat berbagai cabang ilmu pengetahuan yang harus dipelajari oleh putra-putra svami. Akan tetapi yang paling pokok yang harus dikuasai oleh putra svami adalah ilmu pemerintahan. Kemudian baru trayiveda, filsafat dan ekonomi. Yang menarik, calon svami juga harus mempelajari itihasa; dan (c) pelatihan yang paling utama adalah pelatihan keprajuritan. Seorang putra svami sebelum menjadi svami terlebih dahulu harus diuji keberanian dan keterampilannya dalam berperang. Demikian juga dalam menangani berbagai persoalan kenegaraan. Putra svami yang nantinya dipilih menjadi svami adalah putranya yang paling berkualitas berdasarkan kasih-sayang kemanusiaan dan dicintai rakyat.
(7)   Ada struktur pemerintahan dan pembagian tugas secara profesional. Sebagai kepala negara, svami memiliki tiga tugas pokok, yaitu eksekutif, yudikatif, dan administratif. Dalam bidang eksekutif, svami bertugas melindungi negara; menjaga perdamaian; memberi bantuan kepada yang membutuhkan; mengorganisir rakyat dalam menanggulangi bencana alam, mengangkat menteri, pejabat sipil, dan panglima tentara; berkonsultasi dengan mantripasad dan lembaga intelijen; mengonrol potensi keuangan, tentara; mengecek penerimaan dan pengeluaran negara; dan menetapkan kebijakan luar negeri dan pergerakan tentara. Berdasarkan penjabaran di atas jelas tampak bahwa ada distribusi kekuasaan. Svami dalam menjalankan roda pemerintahan didampingi dan dibantu oleh para menteri, amatya. Kautilya mengajarkan bahwa para menteri haruslah putra bangsa sendiri yang siap mengabdi sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya.
(8)   Kedudukan dan fungsi pejabat negara ditentukan berdasarkan kualitas moral dan keahliannya. Menteri-menteri adalah bagikan dua mata svami, karena itu mereka haruslah orang yang arthacita, bercita-cita luhur; silavan, bertabiat mulya;  sampriya, suka membahagiakan orang lain atau masyarakat; prajna, cerdas; dakhya, kreatif; dan vagmi, berpengetahuan luas.
(9)   Hukum diubah dan dibuat dengan memperhatikan sumber dharma dan bersifat rasional. Dalam bidang yudikatif, svami bukan sumber hukum, tetapi memiliki kekuasaan tertinggi atas pengontrolan para hakim. Svami hanya bertugas mengadministrasikan institusi yang bertugas dalam membuat dan mengubah hukum. Kautilya menyatakan hukum haruslah rasional, berdasarkan dharma, sesuai dengan veda trayi, veda smrtisista atau kebiasaan arif orang suci dan tradisi (2003:104,105). Para hakim hendaknya menguasai dharmasastra. Interpretasi hukum hendaknya tidak memihak (2003:l05).
(10)     Pemerintahan dijalankan berdasarkan hukum. Berdasarkan undang-undang administrasi, – dharmasthiya, hukum sipil dan kantaka sodhana, penal law – svami mengkonsolidasi kerajaan dengan administrasi terpusat. Secara teknis pekerjaan administrasi ditangani oleh para pejabat birokrasi secara baik dan efisien (2002:l09). Di samping mengontrol kerja para pejabat negara, svami juga berkewajiban memberi inspirasi dan dorongan fundamental bagi aktivitas negara.
(11)     Ada bantuan negara untuk kesejahtraan sosial. Perhatian terhadap kesejahtraan rakyat dalam bidang ekonomi adalah kewajiban svami, karena ia adalah ayah bagi rakyatnya. Bantuan negara yang diberikan adalah untuk membangkitkan industri-industri perorangan (2003:114). Bantuan hendaknya diberikan secara langsung dan cepat kepada perorangan atau golongan (2003:117). Negara membiayai rakyat yang tidak berpenghasilan (2003:116). Ini berarti kesejahtraan rakyat adalah kesejahtraan svami. Kautilya menyatakan: “rasa tidak puas warga negara merupakan malapetaka serius bagi negara”.
(12)     Besar pajak dan keuntungan perdagangan diatur berdasarkan kesepakatan. Kekayaan kerajaan Mauria sengat tergantung kepada penghasilan negara dan pajak. Ada undang-undang yang mengatur mengenai perpajakan. Undang-undang ini dibuat atas kesepakatan raja dan rakyat (2003:129). Contoh, pemasukan penghasilan dari tambang dikenai pajak 5% (2003:125). Pengambilan keuntungan dalam berdagang dikendalikan. Kautilya mengatakan bahwa pengawas perdagangan memastikan keuntungan 5% atas barang-barang lokal, dan 10%  terhadap barang-barang  (2003:43)
(13)     Rakyat yang berkualitas dan bebas dari rasa malas. Janapada adalah wilayah dan penduduk. Penduduk adalah warga negara yang dinamis dalam organisasinya dan mengaktifkan wilayahnya (2003:44). Kautilya mengatakan rakyat haruslah individu-individu yang berhati tulus dan penuh cintakasih, bhakti-suci. Kreatif, giat bekerja untuk mendapatkan nafkah. Mau mengembangkan sumber daya yang terpendam dalam dirinya, kamasila karsakah. Bebas dari sifat malas dan acuh-tak acuh, pramada. Dikatakan pula bahwa individu bukan pribadi yang terisolir, tetapi bagian dari suatu tatanan sosial. Ada tiga kelas penduduk, yaitu negarawan, angkatan perang, dan para pekerja. Ketiga kelas penduduk itu masing masing mempunyai kewajiban yang telah ditetapkan dan dilarang untuk mencampur-adukkan kewajiban (2003:65). Kautilya mengatakan, “baur dalam kewajiban dan rasa tidak puas warga negara dikatakan malapetaka serius bagi negara”.
(14)     Kesetaraan gender. Kautilya mempunyai pandangan yang sama dengan Manu tentang wanita, yaitu yatra naryasya pujyonte tatra ramante devatah. Artinya, para dewa akan turun menjelajahi dunia bilamana para wanita dihormati. Kautilya menegaskan, ia yang menghormati kaum wanita berarti perduli terhadap peraturan pemerintah. Berzinah dengan gadis belum dewasa adalah tindakan kriminal. Memperkosa dan membunuh wanita mendapat hukuman yang berat. Kautilya menghargai perkawinan yang monogami. Hubungan antara suami dengan istrinya adalah hubungan yang saling mengasihi. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang kooperatif terutama dalam kedekatan dan kebahagiaan. Suami-istri bukan saja bersikap sebagai teman, tetapi bersama-sama menanggung berat-ringannya pekerjaan. Suami harus memperlakukan istrinya dengan penuh hormat. Istri berhak mengklaim biaya hidup dan hasil yang diperoleh suaminya sesuai dengan proporsinya. Tidak dibenarkan di antara mereka berdua boleh melakukan kekezaman (2003:145-146).
  1. Simpulan
Kerajaan atau negara yang diidealkan oleh Kautilya adalah negara dinamis yang dibangun dengan poros dharma untuk mencapai cita-cita jagaddhitaartha dan kama. Oleh karena itu negara haruslah dipimpin oleh seorang svami, yaitu seorang raja yang berkualitas rsi. Artinya, seorang pemimpin negara yang telah berhasil menjelmakan dharma sebagai kepribadiannya. Negara dan svami ibarat tubuh dengan jiwanya. Svami adalah seorang grahastin, seorang ayah bagi rakyatnya, dharma-svami. Oleh sebab itu tujuan utamanya adalah mengusahakan artha untuk mendorong (kama) anak-anaknya untuk mendapatkan dharma, dan mengamalkan dharma-nya. Dharma dalam konteks kerajaan atau negara adalah hakikat demokrasi. Kautilya dengan tandas menyatakan bahwa dharma dalam konteks individu adalah kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab; dalam konteks sosial adalah solidaritas sosial; dalam konteks agama yang dipeluk rakyat adalah realisasi diri; dalam konteks peraturan yang diundangkan adalah danda. Jiwa demokrasi ini kemudian dikonkretkan dalam unsur-unsur negara yang disebut astangga.
Dengan demikian di dalam Arthasastra tercermin unsur-unsur demokrasi, seperti dijelaskan dalam konsepsi demokrasi di atas, antara lain kerajaan atau negara mengakui keanekaan; rakyat bebas dalam berserikat atau berorganisasi; terdapat kerja sama yang merdeka dan harmonis; svami mengusahakan tegaknya keadilan; terdapat pemisahan dan pembagian kekuasaan; kekuasaan diperoleh berdasarkan hukum; pemilihan pejabat negara berdasarkan kualitas moral dan keahliannya; kebijakan pemerintah dijalankan berdasarkan hukum; suksesi kepemimpinan dilaksanakan secara terencana; ada kebebasan individu untuk mengembangkan bakat dan minat; menjamin perlindungan hak dan kesejahteraan sosial; besarnya pajak dan keuntungan perdagangan ditetapkan berdasarkan kesepakatan; dan penyelesaian perselisihan secara melembaga dengan mengutamakan perdamaian.
Oleh
Nanang Sutrisno, S.Ag, M.Si


Read more http://www.hukumhindu.or.id/demokrasi-dalam-arthasastra/